Senin, 29 Desember 2014

Gunung Pucangan dan Sendang Made


Jika anda ingin berekreasi di daerah pegunungan yang sejuk,terletak di Jombang ada suatu tempat yang cocok yaitu Gunung Pucangan yang tepatnya di Desa Cupak Kecamatan ngusikan Kabupaten Jombang. Tempat ini merupakan pegunungan yang asri karena dahulu merupakan tempat peristirahatan para raja di Mataram.Hal ini terbukti banyak ditemukan peninggalan-peninggalan yang bersifat kuno yaitu Pemandian,Makam dan lain sebagainya.

Ini merupakan suatu makam yang dianggap sebagai makam para penjaga gunung Pucangan.Karena tempatnya yang bersejarah sehingga gunung pucangan ini dipercaya mempunyai kekutan mistis.Pada hari tertentu (Malam Jumat Legi)Banyak warga yang berdatangan ke gunung tersebut.mereka yang mempunyai hajat membawa sesaji untuk mmeminta berkah di tempat ini,bahkan ada yang menginap sampai pagi. Salah satu bukti petilasan Airlangga sewaktu dalam pelarian dapat dijumpai di Sendang Made, Kudu, Jombang, Jawa Timur.Sendang Made: Tempat Peristirahatan Para Raja di Tanah Jawa.

Sendang Made : Tempat Peristirahatan Para Raja Jawa.

Sekilas Tentang Sendang Made Obyek wisata alam yang berada di sebelah utara Kota Jombang ini memang sangat Indah nian. Sendang Made, bukan saja sebagai wisata air yang air sendangnya tak pernah kering sepanjan tahun. Namun juga pesona panorama alamnya menawan, sangat cocok sebagai sarana untuk melepas kejenuhan dalam keseharian bekerja.
Obyek wisata alam ini, terletak di Desa Made, kecamatan Kudu, atau 20 Km arah Utarakota Jombang. Sendang Made, terletak di lereng pegunungan kendeng. Secara geografis memang strategis. sebagai tempat berlibur. Bagi Anda yang suka berakrab-akraban dengan ikan, disendang itu banyak ikan bebas berkeliaran. Tak ada ketentuan yang mengikat, wisatawan bisa bergerak bebas menikmati keindahan alam yang masih perawan. Dengan catatan kita tidak boleh mengambil atau mengganggu ikan-ikan tersebut. Sebab Ikan-ikan penghuni sendang itu. Masyarakat setempat mempercayai Konon memiliki nilai magis, tersebut bergantung pad kondisi zaman. “Bila ikan kelihatan hanya sedikit tandanya zaman sulit, sebaliknya jika penampakan ikannya pertanda murah sandang pangan” kata penduduk setempat. Wisatawan bisa berlama-Iama di sendang Made untuk mengusir kejenuhan kerja.
Memasuki kawasan wisata Sendang Made yang dikelilingi, pohon-pohon besar, para wisatawan akan disambut dengan hiburan paduan kicau burung. Suasananya memang betul-betul alami dan bersih banyak membutuhkan sentuhan penataan. Tanaman di sekitar sendang pun perlu konservasi, namun semua itu tidak mengurangi kenyamanan wisatawan yang mengunjungi kawasan wisata tersebut. Sedikit sentuhan saja pada Obyek wisata alam Sendang Made ini sudah bisa menjadi tujuan wisata yang sangat menjanjikan. Pada hari-hari libur terutama hari raya Idul Fitri atau tahun baru, sendang Made selalu menjadi ajang pagelaran show dangdut. Yang selalu dibanjiri penonton. Lebih-lebih bila pada waktu penyelenggaraan show bersamaan dengan waktu panen tembakau, dipastikan pagelaran akan sukses. Ada yang datang dari Mojokerto, Lamongan, Babat, Gresik dan Jombang sekitamya
Sendang Made berbentuk sendang (dalam bahasa Jawa artinya kolam) yang berukuran 8 x 11 meter. Mengapa disebut Sendang Made? Karena sendang ini lokasinya berada di desa Made, kecamatan Kudu, kabupaten Jombang. Selain Sendang Made masih ada kolam lain yang berukuran lebih kecil di sekitar lokasi. Misalnya Sendang Payung, Sendang Padusan, Sendang Sinden, Sendang Omben dan Sendang Drajat. Berdasarkan cerita rakyat, kisah Sendang Made bermula dari pernikahan putri Prabu Darmawangsa yang bernama Dewi Sekarwati dengan seorang pangeran dari kerajaan Bali yang bernama Airlangga, namun kehidupan mereka tidak tenteram karena diserang Prabu Wora Wari dari Tulungagung. Kelompok ini kemudian diselamatkan oleh Prabu Narotama ke gunung Lawu dan berakhir di sebuah kolam dengan ditemani lima orang wanita dayang-dayang. 
Sejak saat itu Sendang Made berfungsi sebagai tempat menyepi atau meditasi Prabu Airlangga dan istrinya, sambil dijaga banyak wanita dayang-dayang dan pasukan. Ini dilakukan setelah mendapat serangan dari beberapa kerajaan tetangga. Lokasi kolam masih terjaga dengan rapi dan alami. Beberapa bangunan di sekitar sendang juga masih terawat dengan baik. Juga terdapat sebuah ruangan yang dipercaya sebagai tempat peristirahatan Prabu Brawijaya dan bala tentaranya pada jamannya. Ada sisi unik pengelolaan Sendang Made yang masih dipertahankan sampai sekarang. Yaitu ada larangan untuk membangun atau merenovasi sebagian ataupun seluruh bangunan yang ada di kompleks Sendang Made. Pantangan ini tetap berlaku sampai sekarang. Entah apa maksud dan tujuannya. 
Sebagian orang berpendapat larangan tersebut diberlakukan semata-mata untuk menjaga nilai historis Sendang Made yang sempat menjadi tempat peristirahatan para raja di tanah Jawa. Budaya masyarakat Jombang tidak lepas dari budaya Jawa yang mengandung ajaran animisme dan dinamisme. Dalam kompleks Sendang Made terdapat makam Dewi Pandansari yang konon masih ada keturunan dari Prabu Brawijaya. Makam Dewi Pandansari inilah yang menjadi tempat pemujaan sejumlah golongan orang. 
Pada hari-hari tertentu mereka membawa sesajen, bunga dan kemenyan untuk ditaruh ke dalam makam. Untuk mencapai lokasi obyek wisata Sendang Made tidaklah sulit. Anda bisa memilih aneka jenis kendaraan darat untuk mencapai desa Made. Saat ini akses menuju lokasi sudah diperbaiki. Sarana dan prasarana pendukung juga telah dibangun. Misalnya tempat parkir yang luas dan aman, losmen yang bisa disewakan, aneka jajanan makanan tradisional setempat dan pusat oleh-oleh kerajinan tangan khas warga Kudu. Layak Anda kunjungi di waktu liburan Anda bersama keluarga dan sahabat.
Wisata Sejarah " Sendang Made " Ritual kungkum (berendam) di Sendang Made merupakan ritual yang ditunggu oleh para sinden dan dalang. Pasalnya, ritual yang dihelat setiap setahun sekali tersebut diyakini sebagai acara penobatan bagi para sinden dan dalang serta sebagai ritual untuk obat awet muda. Nuansa kesenian jawa sangat kental di lokasi Sendang Made, Desa Made, Kecamatan Kudu, Kabupaten Jombang pada Kamis siang. Suasana sakral dan khidmat mengiringi langkah para calon sinden dan dalang saat menuju kursi ritual yang disediakan. Kedatangan 47 calon sinden dan 8 pedalangan ini disambut dengan suara gending jawa yang mendayu-dayu dan diikuti dengan tarian. Ritual Kum-kum di Sendang Drajat tersebut dipercaya dapat memberikan penglarisan bagi para calon sinden untuk mendapatkan order. 
Saat proses wisuda berlangsung, muncul salah seorang tokoh desa yang mulai mengambil air dengan gayung. Ritual ini diyakini akan membuat para sinden dan dalang menjadi awet muda. Saat percikan air berkhasiat itu menyentuh kepala mereka, sejumlah pengharapan mulai diucapkan. Usai siraman, para sinden dan dalang ini mendapatkan penyematan dari tokoh yang memimpin proses wisuda. Ritual mandi air Sendang Drajat juga diyakini dapat membuat suara sinden menjadi lebih merdu. Ritual yang diyakini sudah ada sejak zaman kerajaan Airlangga ini telah menelurkan berbagai mitos yang seakan-akan selalu menjadi kenyataan. “Ritual ini sangat bermanfaat, selain akan awet muda, kita (sinden) tidak akan pernah sepi order. Dan buktinya, sinden yang pernah mandi di sini, selalu tampak anggun," kata Eni Sulistyowati, perempuan asal Desa Katemas kecamatan Kudu Jombang. “Yang ikut wisuda ini para calon sinden dan dalang,” jelas Liwon , sesepuh Desa Made. Pria berputra 3 ini mengatakan, ritual ini dihelat setiap setahun sekali dan sudah berlangsung selama 6 tahun. Para sinden dan dalang yang mengikuti proses wisuda tidak hanya berasal dari daerah di sekitar Sendang Made. “Tidak hanya dari daerah ini saja, dari daerah lain juga bisa ikut wisuda disini,” ungkap seniman ludruk sejak usia 12 tahun ini. Ritual kung-kum di Sendang Made merupakan ritual untuk menyelamatkan dan melestarikan budaya jawa. Perkembangan zaman yang diikuti kemajuan teknologi dan informasi diyakini mulai menggerus eksistensi kesenian tradisional di masyarakat. “Budaya jawa sekarang sudah mulai terkikis oleh budaya zaman baru. Nah, acara ini merupakan langkah untuk melestarikan budaya jawa,” tandas Liwon.
Usai acara Wisuda sinden dan dalang, masyarakat Desa Made menggelar acara "Sedekah Desa". Dalam acara ini, masyarakat berduyun-duyun membawa tumpeng untuk acara selamatan di sekitar sendang drajat. Ritual Kum-kum Sinden di Sendang Made Ajang untuk Melestarikan Budaya Jawa Ritual kungkum (berendam) di Sendang Made merupakan ritual yang ditunggu oleh para sinden dan dalang. Pasalnya, ritual yang dihelat setiap setahun sekali tersebut diyakini sebagai acara penobatan bagi para sinden dan dalang serta sebagai ritual untuk obat awet muda. Nuansa kesenian jawa sangat kental di lokasi Sendang Made, Desa Made, Kecamatan Kudu, Kabupaten Jombang pada Kamis (20/11) siang. Suasana sakral dan khidmat mengiringi langkah para calon sinden dan dalang saat menuju kursi ritual yang disediakan. 
Kedatangan 47 calon sinden dan 8 pedalangan ini disambut dengan suara gending jawa yang mendayu-dayu dan diikuti dengan tarian. Ritual Kum-kum di Sendang tersebut dipercaya dapat memberikan penglarisan bagi para calon sinden untuk mendapatkan order. Saat proses wisuda berlangsung, muncul salah seorang tokoh desa yang mulai mengambil air dengan gayung. Ritual ini diyakini akan membuat para sinden dan dalang menjadi awet muda. Saat percikan air berkhasiat itu menyentuh kepala mereka, sejumlah pengharapan mulai diucapkan. Usai siraman, para sinden dan dalang ini mendapatkan penyematan dari tokoh yang memimpin proses wisuda. Ritual mandi air Sendang juga diyakini dapat membuat suara sinden menjadi lebih merdu. Ritual yang diyakini sudah ada sejak zaman kerajaan Airlangga ini telah menelurkan berbagai mitos yang seakan-akan selalu menjadi kenyataan. 
“Ritual ini sangat bermanfaat, selain akan awet muda, kita (sinden) tidak akan pernah sepi order. Dan buktinya, sinden yang pernah mandi di sini, selalu tampak anggun," kata Eni Sulistyowati, perempuan asal Desa Katemas kecamatan Kudu Jombang. “Yang ikut wisuda ini para calon sinden dan dalang,” jelas Liwon (61), sesepuh Desa Made. Pria berputra 3 ini mengatakan, ritual ini dihelat setiap setahun sekali dan sudah berlangsung selama 6 tahun. Para sinden dan dalang yang mengikuti proses wisuda tidak hanya berasal dari daerah di sekitar Sendang Made. “Tidak hanya dari daerah ini saja, dari daerah lain juga bisa ikut wisuda disini,” ungkap seniman ludruk sejak usia 12 tahun ini. Ritual kung-kum di Sendang Made merupakan ritual untuk menyelamatkan dan melestarikan budaya jawa. 
Perkembangan zaman yang diikuti kemajuan teknologi dan informasi diyakini mulai menggerus eksistensi kesenian tradisional di masyarakat. “Budaya jawa sekarang sudah mulai terkikis oleh budaya zaman baru. Nah, acara ini merupakan langkah untuk melestarikan budaya jawa,” tandas Liwon. Usai acara Wisuda sinden dan dalang, masyarakat Desa Made menggelar acara "Sedekah Desa". Dalam acara ini, masyarakat berduyun-duyun membawa tumpeng untuk acara selamatan di sekitar sendang drajat. Kungkum Sinden, Ritual Sejak Prabu Airlangga Dengan berendam di Sendang Made, Kecamatan Kudu, Jombang, seorang sinden dipercaya akan awet muda serta mempunyai suara merdu. Tidak heran jika sekitar 50 pesinden mengikuti ritual kungkum di Sendang Made itu. Kok bisa? Sebuah panggung ukuran sedang berdiri tengah-tengah halaman lumayan luas. Di atasnya, berjejer 37 sinden yang akan diwisuda. 
Mereka berdiri berjajar memakai pakaian khas sinden, yakni jarik dan kebaya berwarna merah. Dari wajah mereka terpancar raut wajah bahagia sekaligus cemas. “Grogi juga karena akan diwisuda,” kata Yayuk Asiati, salah satu sinden asal Desa Genengan Jasem Kecamatan Kabuh, Kamis (18/11/2010). Suara gamelan mengalun di pelataran Sendang Made. Alunannya yang rancak semakin kompak dengan gerakan sejumlah penari tradisional yang berlenggak-lenggok. Tak lama berselang, sekitar 37 pesinden berjalan secara beriringan. Mereka diarak menuju sebuah telaga atau yang dikenal dengan Sendang Made. 
Setelah memasuki area sendang, secara bergantian, satu per satu sinden melakukan siraman. Pada giliran pertama, siraman dilakukan oleh Asisten I Eksan Gunajati. Hingga, berlanjut pada anggota muspida lainnya. Setiap siraman yang dilakukan oleh tokoh masyarakat tersebut dipercaya membawa sebuah pengharapan. Terlebih, bagi sinden itu sendiri, setiap siraman dipercaya dapat membuat suara sinden kian merdu. “Ya semoga laris ya,” kata Eksan ketika melakukan siraman. Usai siraman, para sinden kembali di panggung. 
Setelah itu, sinden secara bergantian mendapat kalungan selendang berwarna hijau penanda gelar sinden secara resmi disematkan. Ketua PKK Jombang Wiwiek Suyanto didaulat mengalungkan selendang pada setiap sinden. Raut muka bahagia dan lega terpancar dari tiap wajah sinden. Acara dilanjutkan dengan sedekah desa. Ratusan masyarakat yang telah berkumpul di halaman sendang, ternyata telah membawa bekal makanan yang dibungkus dalam baskom dan ditutup oleh selendang. Seorang sesepuh desa memberikan petuah-petuah saat acara dimulai. 
Sedekah desa ditutup dengan pembacaan doa. Setelah itu, bekal makanan dibuka dan dimakan bersama-sama oleh hadirin yang datang. Nasrul Illahi, Kepala Seksi Kebudayaan, Disporabudpar Jombang, , menceritakan, kungkum sinden merupakan tradisi yang sudah berjalan sejak zaman Raja Airlangga. Seorang perempuan yang akan menjadi sinden harus dimandikan terlebih dulu di sendang yang ada di Desa Made, Kecamatan Kudu tersebut. Harapannya, suara sinden itu nantinya bisa merdu seperti istri Prabu Airlangga. 
Pria yang akrab disapa Cak Nas ini menjelaskan, makna dari kungkum sinden adalah upacara wisuda seorang sinden untuk terjun ke dunia seni tradisional. Dengan berendam di sendang tersebut, maka suara seseorang bisa merdu. Selain itu, katanya, aura sinden tersebut juga akan muncul. Airlangga, Pendiri Kahuripan Patung Airlangga yang didewakan berupa Dewa Wisnu mengendarai Garuda, ditemukan di desa Belahan, koleksi Museum Trowulan, Jawa Timur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar